Mungkin cerpen ini sudah pernah gue post, biar gak dibilang alay atau kayak anak kecil jadi gue perbaikin :D maklumlah cerita lama, cerita anak remaja labil. Walau sekarang kadang masih sering labil sih :D :D Yok simak :)
Malam yang
hening, angin yang berhembus halus menyentuh
tulang putihku. Awan hitam yang tebal dan tetesan air hujan jatuh bersamaan mengiringi lamunan khayalku. Mengigatkanku kepada seseorang yang mengantarkanku kepada perasaan
jatuh cinta. Seseorang yang baik, sederhana, seru, realigius, walau kadang
diamnya jauh lebih menyakitkan dibanding marahnya. Aku lebih baik dimarahi
karena bertanya banyak hal kepadanya, dibanding melihat tatapannya yang teduh itu. Cerita ini bermulai saat aku masih
duduk di bangku
SMP. Namaku Mifta,
aku dikenal seorang yang ramah,
lucu, banyak ide, periang,
pintar bergaul dan orang yang menyukai imajinasi.
Beberapa banyak teman sekelasku yang bosan mendengar ceritaku, kerena apa yang
aku ceritakan jarang terkait dengan logika. Aku selalu menceritakan dunia
khayalku, dunia yang membuat banyak teman menganggapku seorang yang aneh. Tetapi
sifatku itu tidak membuat teman-teman memojokanku, bahkan dari merekalah aku termotivasi untuk selalu bersemangat. Disekolah
aku mengikuti sebuah organisasi yang
lumayan diminati anak-anak di sekolah, organisasi yang tidak kalah kerennya dengan
anggota DPR saat membela rakyat, dan tidak kalah tegasnya dengan anggota ABRI,
organisasi itu adalah pengurus OSIS.
Saat liburan
semester satu, tepat tanggal 25 Desember 2012 aku dan beberapa teman OSIS ditunjuk sebagai panitia
LDK. Hari itu jugalah aku bertemu dengan dia, dia yang membuatku jatuh cinta
pada pertama kalinnya. Aku dan beberapa teman panitia
berkumpul di sekolah untuk
membahas kegiatan LDK besuk, yang ditemani para alumni SMP.
Terlihat seorang laki-laki yang wajahnya sangat asing bagiku. Matanya yang sayup dan bulat yang memancarkan kesedihan, hidungnya
yang mancung bagai paruh burung, senyum tipisnya yang manis dengan dua lesung
pipinya, dan suara khasnnya yang berat . Ku bersugesti dia tidak
sama dengan yang lain, karena itu aku menjadi penasaran dengan laki-laki itu.
Kata teman-teman dia anak kelas 9j,
dia mantan pengurus OSIS
angkatan 2011-2012. Aku tidak
menyangka, dia ke sekolah juga
menjadi panitia LDK. Toet...toet...toet
suara bel berbunyi, itu pertanda aku harus cepat-cepat keruang panitia untuk
rapat. Terdengar suara serak yang sedang berbicara disamping papan tulis, dia adalah
salah satu kakak alumni SMPku yang membantu kegiatan LDK ini. Aku rasa umurnya
jauh lebih tua dari pada umurku, tetapi
dia begitu lebih gagah dan
tegas. Rapat selesai, aku dan salah satu temanku ke depan sekolah, dia bernama
Yola. Kakak manis itu juga
kedepan sekolah, lalu Yola memanggilnya dan
berbicara dengannya, sedangkan aku hanya diam dan
mendengar pembicaraannya.
“Kak Zafran.”
panggil Yola.
“Eh dek Yol, ada apa dek?” jawabnya
“Dicari kak Afima lho.”
dengan tertawa
“Enggak ngurus dek.” dia langsung
meninggalkanku dengan Yola.
“Oh, namanya
Zafran ya?” aku berbicara dalam hati.
Aku mulai penasaran dengan
kata Yola, siapa Afima itu? apakah dia penyebab kesedihan yang
terlihat dari matannya? terlihat diseberang jalan ada seseorang memakai jaket
berwarna merah dan memakai helm berwarna putih yang bercorak zebra yang sedang
menyeberang jalan. Sepertinya aku mengenali jaket itu, seseorang itu lama-lama
mendekat, kuperhatikan langkahnya dengan seksama ternyata dia adalah kak Dika.
Sampai di depan sekolah dia berbicara dengan kak Zafran, dia begitu akrab
dengan kak Zafran. Kak Dika memanggilku,
“Lho Ta, kamu juga ikut jadi panitia ya?”
“Iya kak, dari pada nganggur di rumah.” jawabku.
“Itu dirumah kerjaan banyak kok.
Oh iya, dibolehin sama ibumu?”
“Iyalah, ibuku itu pengertian. Anaknya suruh liburan di sekolah.”
Dengan sepontanya dia
menjawab “Iya
sudah kalau gitu.”
Semua
panitia mulai menyiapkan perlengkapan untuk
acara 3 hari kedepan dengan
teliti.
Aku melihat kak Zafran
sibuk, aku coba menghampirinya lalu aku menyapa dia. Segurat
senyum manisnya merekah dari bibirnnya dan tarikan ujung-ujung bibirnnya
membuat lesung pipinnya semakin dalam. Dia membuka bicara dan aku mulai mengenalnya, ada
apa sebenarnya denganku? mataku tidak bisa lepas dari
dia, selalu ngeliatin tingkah lucunya. Tidak tahu kenapa, seneng saja ngliatin tingkahnya apalagi senyumnya yang manis itu. Tiba-tiba kak Zafran datang dan mengejeku gara-gara aku
memakai sandal jepit, kebetulan juga yang memakai sandal jepit itu cuma aku.
“Yek, pakai sandal jepit sendiri. Dasar anak aneh.”
“Kenapa sih ngejek aku seperti itu?” kataku.
Dia menjawab dengan tertawa
“ Kamu itu lo pakai sandal
jepit sendiri, lihat tuh semua tidak ada yang memakai sandal jepitkan? ”
“Terus ada masalahkah, jika aku memakai sandal jepit?”
“Lucu aja!” jawabnya dengan tertawa.
“Berarti yang aneh itu kamu, sandal
jepit enggak salah diketawain.”
“Kamulah.”
“Kamu.”
“Terserah deh.” katanya.
Lama-lama
dia mendekatiku, tiba-tiba dia memukul lenganku. Jadi bingung kenapa
lenganku dipukul ya? aku balas saja dengan memukul
lenganya, tetapi dia tetap membalasku. Lenganku sudah mulai terasa panas, aku
hentikan perang pukul lengan itu dan menjauh dari kak Zafran. Aku diajak Yola dan Nayla keruang
panitia untuk mengambil tas. Didalam ruang
panitia Nayla berkata
“Eh mif,
sepertinya kak Zafran suka deh sama kamu!”
“Cie, Mifta!” Yola memutuskan perkataan.
“Apa sih? suka gimana coba?” tanyaku sedikit senyum malu dibibirku.
“Suka yang dihati itu ada
manis-manisnya gitu. Tapi beneran deh, kelihatan
lho saat kamu pukul-pukulan tadi.” Nayla menjawab dengan serius
“Tahu apa kau tentang
hati? bukannya pemikiran kita masih
labil ya? kamu
itu juga ada-ada aja Nay. Lha wong kita
itu baru kenal loh, sekitar 30 menit
yang lalu malah.” kataku
sambil tertawa
“Ya bisa sajakan, iya
enggak Nay?” sahut Yola.
“Teman-temanku yang manis, anggap kejadian
tadi sebagai salam kenalku
padanya.”
“Ah, terserah kamu aja deh,
kamu gampang ngeyel dibilangin.” Nayla kesal.
Aku hanya bisa diam dan
tersipu malu mendengar kata Nayla, kami bergegas kembali ke ruang OSIS. Karena
semua peralatan sudah lengkap dan tugas sudah beres aku dan teman-teman panitia
pulang.
Keesokan harinya, dimulailah kegiatan LDK itu. Jam 04.25
aku bangun untuk sholat subuh, mandi, sarapan, dan menyiapkan apa yang harus
kubawa untuk kegiatan itu selama 3 hari 2 malam. Berangkat pagi-pagi dengan suasana dingin, sepi, dan perasaan yang gembira. Setelah aku
menunggu beberapa menit di depan sekolah, teman-teman dan kakak-kakak alumni
datang. Kegiatan hampir dimulai, aku
dan teman-teman panitia yang sedang
membersihkan ruang panitia, dikagetkan dengan suara kencang menggunakan
microphone. Kulihat dari depan pintu ruang panitia, terlihat kak Zafran dengan suara beratnya yang sedang memimpin barisan
peserta LDK.
“Siap grak, lencang depan grak. Lurus dengan depan, lirik sampingnya jangan
menoleh. Tegak grak!”
Acara dimulai, semua peserta
dan panitia LDK menuju
ke lapangan basket. Karena aku bertugas menjadi sie kesehatan,
aku harus aktif 24 jam untuk bertindak dalam menangani peserta yang sakit.
Sedangkan kakak-kakak alumni menyampaikan materi kepada peserta LDK. Semua acara yang telah direncanakan berjalan dengan lancar.
Tidak terasa dewi malam mulai
menampakan dirinya yang diselimuti awan hitam, juga tidak ada satupun bintang
berkilau di langit sekolah. Saat semua beristirahat, aku berniat untuk ke ruang
OSIS berkumpul dengan teman-teman panitia. Di perjalanan ke ruang OSIS
terdengar suara gitar, karena aku lumayan menyukai musik aku tertarik dan melangkah
lebih cepat. Aku melihat kak Mery, kak Dika,
teman-teman panitia lainya duduk-duduk diruang OSIS, dan kak Zafran yang sedang memainkan gitar yang suaranya berantakan. Ternyata
dia masih belajar dengan kak Dika, aku juga tidak tahu lagu apa
yang dimainkanya.
“Ka, kunci C yang mana nih?” kak Zafran bertanya kepada kak Dika
“Yang ini, ini kunci
G, Am, Dm, E.” sambil mempraktekan tangannya
menggenjreng gitar.
“Susah juga ya?”
“Bapakmu guru musik, anaknya malah enggak bisa.”
“Maklumlah, enggak dibolehin main, Ka.”
Pukul
00.00 seluruh panitia dan peserta LDK berkumpul untuk evaluasi. Saat itu juga,
aku dan semua teman-teman panitia dihukum oleh kakak
alumni untuk merangkum salah satu materi LDK gara-gara membuat
kesalahan. Capek, dingin, dan
ngantuk yang kami rasakan,
tapi kami harus
melawan semua itu. Semangat dan rasa kekeluargaan terjalin menjadi satu dimalam
itu, jam 02.00
kami baru bisa tidur.
Seperti biasa, bangun pagi-pagi menjalankan aktivitas,
tetapi aktivitas itu berbeda dengan hari-hari biasanya. Yang biasanya liburan
malas-malasan dirumah atau sibuk dengan kehidupan masing-masing, kini berubah
menjadi semangat menjalankan tugas sesuai pembagian tugas masing-masing. Aku bersama
Yola memanggil kak Zafran, tetapi seperti biasa aku hanya diam mendengarkan mereka berbicara.
“Kak,
gimana kak Afima? kemarin ditanya malah pergi.”
tanya Yola.
“Sudah enggak ada hubungan lagi kami dek.”
“Lho kenapa kak? padahal kakak sama kak Afima cocok lho, ibarat es
dengan
gula.”
“Sudahlah,
enggak usah ungkit-ungkit dia.” matanya berkaca-kaca.
“Maafin Yola ya? Jangan sedih
dong kak.”
“Iya dek. Terima kasih.”
Sedikit menangkap apa yang
dimaksud Yola dan kak Zafran. Aku tahu Afima itu siapa, dia adalah mantan kekasih kak
Zafran. Sepertinya kak Zafran sangat sayang dengan kak Afima, dia tidak bisa menyembunyikan kesedihan dimatanya.
Dua hari aku merasakan angin malam di sekolah, malam terakhir itu disambut dengan hujan yang sangat lebat. Terbujur kaku, aku merasakan dinginya malam itu. Kegiatan tetap
berjalan dengan lancar di dalam ruangan, yang memberi materi kepada peserta LDK
tetap kakak-kakak alumni. Aku duduk dan
cerita-cerita didepan UKS dengan sebagian teman-teman panitia. Kak Zafran
berjalan kearah depan UKS.
“Cerita apa sih?” kata kak Zafran.
“Rahasia dong, mau tahu
saja.” jawabku.
“Kamu tuh seperti anak kecil ya?”
“Memang aku masih kecil kok, kan aku masih SMP.” sambil melet
“SMP itu sudah bukan anak-anak lagi
yang sukanya main-main, ngambekan,
ngrengek, ceroboh.”
“Memang iya.”
“Kalau gitu sifatnya bisa lebih
dewasa?”
“Enggak bisa, susah.”
“Makanya belajar dong, suatu saat pasti ada
orang
yang
merubahmu!”
berbicara dengan
serius.
“Memangnya siapa? Bapak ibukkukan?” penasaran.
“Bukanlah, orang lain
dek.”
“Siapa sih?” aku mendesak kak Zafran untuk memberi tahu.
“Enggak tahu dek,
lihat saja esok.”
“Ya ampun, iya deh.”
Dengan keadaan hujan-hujan
salah satu kakak alumni menyiapkan batu bata untuk game nanti tengah malam. Aku
dan teman-teman panitia membantunya, serunya bekerja sambil main-main dengan
air. Tetapi aku lupa jika aku tidak memakai sandal jepit. Beberapa menit aku cari, ternyata sandal jepitku dipakai oleh
kak Zafran.
“Hey, yang aku pakai ini sandal jepit siapa?” kak Zafran
teriak-teriak.
“Hey, itukan sandal jepitku.” sahutku.
“Aku pinjam dulu ya, please. Kadang aku sesak, jika kakiku terkena dingin.”
“Nyebelin ya, kemarin
saja ngejek aku, jika aku memakai sandal jepit sendiri.
Sekarang kenapa kakak memakai sandal jepitku?” dengan ekspresi males.
“Maaf, aku kemarin khilaf dek. Aku pinjam ya?”
“Em, enggak
boleh. Terus aku enggak pakai sandal
gitu?”
“Sekali ini saja, tak jamin enggak bakal terkena panu deh kakimu.”
“Iya sudah, pakai sana!”
“Makasih,
adik.” tersenyum kepadaku.
Batu bata sudah beres, dan
siap untuk dipakai.
Jam dinding menunjukan pukul
22.00, rasanya mata sudah tidak bisa untuk dibuka. Waktunya
tidur, karena aku sie kesehatan akupun
bergegas ke ruang UKS dengan kak Mery
untuk tidur. Anak-anak tidur
diruang panitia yang enggak ada kasurnya, sedangkan aku dan kak Mery enak-enakan tidur
di UKS yang kasurnya lumayan empuk. Inilah
yang bikin diprotes anak-anak. Tidak ada
satu orangpun yang membangunkanku saat kegiatan tengah malam, kak Mery sengaja tidak membangunkanku karena aku harus menjaga peserta yang lagi
sakit. Sepertinya aku masih bisa merasakan kegiatan jalan di tengah api, sepertinya
seru, aku harus mencobanya! kobaran api memanggil-manggil,
warnanya yang jingga kemerah-meraan membuat
aku semakin ingin mencobanya.
Sang suryapun tidak malu-malu untuk menampakan dirinya dari arah timur.
Kegiatan hari itu adalah
kegiatan terakhir untuk LDK. Kegiatan diakhiri dengan pernyataan lulus atau tidak untuk calon pengurus OSIS dan permainan
tembak-tembakan air. Kegiatan pun
selesai, karena aku tidak membawa sepeda atau sepeda montor. Jadi pulangnya
nebeng kak Dika, karena
rumahku berdekatan dengan rumahnya dan dia
sudah aku anggap kakak sendiri jadi tidak ada sungkan-sungkannya dengan dia.
Tetapi aku harus menunggu kak Dika untuk
mengantar kak Zafran kerumahnya.
“Kata ibumu kamu suruh bareng aku, tapi aku nganter Zafran
dulu ya?” kata
kak Dika.
“Iya dek, soalnya
aku bawa gitar. Tenang saja kami kembali ke sekolah kok,
montorku saja
masih disekolah.” sahut kak
Zafran.
“Limaribu dulu dong kak.” kataku sambil ketawa
“Uang gambar daun saja tuh banyak.”
jawab kak Dika.
“Ya ampun, kalau itu mah aku juga
tahu. Ya sudah pergi sana, enggak boleh
sampai satu jam”
kataku.
“Ya enggaklah dek.” jawab kak Zafran
“Bentar aku ke ruang OSIS dulu.” sahut kak Dika.
Kak Putra meninggalkanku
dengan kak Zafran
“Oh ya,makasih buat sandal jepitnya!” kak Zafran berbicara kepadaku sambil
sibuk
ngatur gitarnya.
“Sama-sama kak, jangan
ngledek aku lagi ya?”
“Hehehe enggak kok, aku uda
khilaf dek.”
“Nah gitukan enak.”
Aduh, tiba-tiba suasananya
berubah jadi aneh. Dia menatap mataku, tatapannya
tajam seperti ada sesuatu yang tidak biasanya. Kenapa dia menatapku seperti ada
rasa penasaran denganku? ada rasa yang tiba-tiba menyeruak.
Menjejali hati tanpa berucap permisi, seolah ada buliran jelly nan kenyal yang
tengah berlompatan didalam hati. Dia pulang diantar kak Dika, dan aku menunggu kak Dika
untuk kembali ke sekolah. Setelah
aku menunggu begitu lama, akhirnya kak Dika dan kak Zafran kembali ke sekolah.
“Kak ayo pulang, udah kangen sama keluarga lho!” aku berbicara
dengan kak
Dika.
“Iya sudah, bawa
ni sepatu!” menyerahkan sepatunya kepadaku.
“Yaelah, padahal didepan juga ada tempat.”
“Bawel deh, biar lebih aman kalau
kamu bawa.”
“Iya deh iya.”
“Hati-hati dijalan, Ka.”
kata kak Zafran.
“Oke broo.”
Semua teman-teman, dan
kakak-kakak alumni pulang.
Setelah acara itu berakhir, enggak ada kontak hubungan
lagi aku dan kak Zafran. Ketemu disekolah saja aku cuek denganya, begitu
sebaliknya dengan kak Zafran. Walau pernah satu kali dia menyapaku dengan senyum manisnya itu. Sekitar 1 bulan setelah kegiatan itu, tiba-tiba dia mengirim pesan di media sosial.
“Assalamuallaikum adik.” sapaanya.
“Waalaikumsallam kak.” jawabku.
Kita mulai bersilahturami
dan bercanda mengingat sandal jepitku itu. Senang juga bisa berhubungan lagi dengan kak Zafran, setiap hari
bisa kirim pesan denganya. Semakin dekat dan nyaman dengannya, semakin juga aku pendam perasaan yang sering kali terjebak oleh hati
sendiri. Sehingga suatu ketika aku tidak tahu lagi mana simbul yang nyata dan
mana simbul yang dusta. Akhirnya tiba waktunya, dia
mengungkapkan perasaannya
kepadaku. Dengan keseriusan dan tidak ada canda
sedikit pun. Aku menerimanya, walau sempat ada rasa takut menyelimuti hatiku. Takut jika dia hanya memberi
harapan yang enggak ada artinya, dan aku juga
tahu bahwa dia masih memendam perasaan suka
kepada kak Afima. Aku mengerti, melupakan seseorang yang pernah berarti dihidup
kita itu tidak semudah itu. Karena semua itu butuh proses yang lama. Sempat
aku bertanya kepadanya, ternyata benar apa yang aku fikir. Dia masih sayang dengan kak Afima, dia memintaku untuk
sabar menunggunya untuk melupakan kak Afima. Rasa cemburu tidak bisa untuk aku
pendam, rasa hati seakan ingin berbicara, kenapa harus terjadi kepadaku? dua bulan kita menjalani hubungan, akhrinya dia
bisa menerimaku dihatinya. Canda tawa, berbagi ilmu
pengetahuan, berbagi pengalaman kami masing-masing dan berbagi tangis
menyelimuti hubungan kami. Tidak terasa tiga tahun lebih aku berhubungan
dengannya, terselip fikiran untuk intropeksi diri. Kekurangan dari dirinya
membuat fikiranku lengah dengan suatu kepercayaan hatinya sebaliknya denganku
dan hatiku. Aku berhenti untuk mengikutinya, berhenti untuk menjalin hubungan
spesial lagi dengannya. Melihat hujan yang turun, begitu derasnya begitu
lebatnya. Terlihat titik-titik airnya, sebanyak itulah rasa untuknya dahulu.
Sempat fikiran dan jiwaku tidak stabil ketika aku berhenti mengikutinya
dan hatinya, semua hidupku menjadi serba memakai perasaan. Tetapi sekarang aku
sadar, kehidupanku bukan untuk kembali ke masa lalu, tetapi hidupku untuk
bangkit, berjuang dan merubah keadaan menjadi lebih baik. Ini lah setengah
perjalanan hidupku dan perjalananku belum berhenti disini, aku akan terus
mencari ilmu Allah yang tidak ada habisnya, dan mencari ridhoNYA selagi aku
masih bisa menikmati nafas dariNYA. Aku bersyukur bisa mengenal kak Zafran,
pernah menjadi seseorang pengisi hatinya. Saat kuterjaga hingga kuterlelap
nanti, selama itu aku akan selalu mengingatnya bahwa dia pernah membuat seluruh
debar jantungku selalu berirama, dia yang selalu dengan hangat menyapa, dan
menyajikan rentetan diksi yang mengiris sukma. Terjawab sudah pertanyaanku saat
kegiatan LDK di depan UKS dulu, orang yang bisa merubahku lebih dewasa adalah
dia. Aku percaya perpisahan bisa jadi awal yang lebih baik, saat dimana kita
lebih siap untuk memulai sesuatu yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar