Kamis, 08 Oktober 2015

CahayaMU

Dream for stars
Kau bawa cahaya di dalam hidupku
Disaat ku membutuhkan
Di jalanku yang tak terang
Hatiku bertanya benarkah ku tlah berbakti
Atau ku saat ini hanya sekedar berjanji
Kau slalu ada saat jiwaku tiada
Kau beri cinta terindah
Saat hidupku terluka
Tak terbayangkan arti hidupku tanpa hadirMu
Kau hembuskan harapan ketika ku kehilangan
Hanya pada Mu ku kembali
Hanya karma Mu ku berjanji
Arti hidup hanya untuk Mu, ya Allah
Atas izinmu ku terlahir
Atas kuasamu kuberdiri
Iringilah setiap langkahku, ya Allah

Rabu, 07 Oktober 2015

Mellowku

Allahku betapa galaunya hati ini, ketika kesunyian, kehilangan, keletihan, ketakutan, kebingungan, rasa tidak aman yang ku rasakan. Allah maafkan aku yang selalu mengeluh dan kurang mensyukuri nikmatMU ini. Perubahanku ini yang membuat aku tak hentinya menangis, sakitnya menyayat jiwa dan hatiku, semua jadi berbeda. Terkadang saat2 seperti ini ku rindukan kisah klasikku dimasa SMP. Kisah dimana aku senang sekali untuk berangkat ke sekolah. Ku cintai semua yang ada disana, memiliki mereka dengan suka yang tak bisa digambarkan. Entah kapan aku bisa mencintai kasa SMAku sekarang

Sabtu, 03 Oktober 2015

Sandal Jepit Melukis Kisah Kita



 Mungkin cerpen ini sudah pernah gue post, biar gak dibilang alay atau kayak anak kecil jadi gue perbaikin :D maklumlah cerita lama, cerita anak remaja labil. Walau sekarang kadang masih sering labil sih  :D  :D  Yok simak :)


   Malam yang hening
, angin yang berhembus halus menyentuh tulang putihku. Awan hitam yang tebal dan tetesan air hujan jatuh bersamaan mengiringi lamunan khayalku. Mengigatkanku kepada seseorang yang mengantarkanku kepada perasaan jatuh cinta. Seseorang yang baik, sederhana, seru, realigius, walau kadang diamnya jauh lebih menyakitkan dibanding marahnya. Aku lebih baik dimarahi karena bertanya banyak hal kepadanya, dibanding melihat tatapannya yang teduh itu. Cerita ini bermulai saat aku masih duduk di bangku SMP.  Namaku Mifta, aku dikenal seorang yang ramah, lucu, banyak ide, periang, pintar bergaul dan orang yang menyukai imajinasi. Beberapa banyak teman sekelasku yang bosan mendengar ceritaku, kerena apa yang aku ceritakan jarang terkait dengan logika. Aku selalu menceritakan dunia khayalku, dunia yang membuat banyak teman menganggapku seorang yang aneh. Tetapi sifatku itu tidak membuat teman-teman memojokanku, bahkan dari merekalah aku termotivasi untuk selalu bersemangat. Disekolah aku mengikuti sebuah organisasi yang lumayan diminati anak-anak di sekolah, organisasi yang tidak kalah kerennya dengan anggota DPR saat membela rakyat, dan tidak kalah tegasnya dengan anggota ABRI, organisasi itu adalah pengurus OSIS.
Saat liburan semester satu, tepat tanggal 25 Desember 2012 aku dan beberapa teman OSIS ditunjuk sebagai panitia LDK. Hari itu jugalah aku bertemu dengan dia, dia yang membuatku jatuh cinta pada pertama kalinnya. Aku dan beberapa teman panitia berkumpul di sekolah untuk membahas kegiatan LDK besuk, yang ditemani para alumni SMP. Terlihat seorang laki-laki yang wajahnya sangat asing bagiku. Matanya yang sayup dan bulat yang memancarkan kesedihan, hidungnya yang mancung bagai paruh burung, senyum tipisnya yang manis dengan dua lesung pipinya, dan suara khasnnya yang berat . Ku bersugesti dia tidak sama dengan yang lain, karena itu aku menjadi penasaran dengan laki-laki itu. Kata teman-teman dia anak kelas 9j, dia mantan pengurus OSIS angkatan 2011-2012. Aku tidak menyangka, dia ke sekolah juga menjadi panitia LDK. Toet...toet...toet suara bel berbunyi, itu pertanda aku harus cepat-cepat keruang panitia untuk rapat. Terdengar suara serak yang sedang berbicara disamping papan tulis, dia adalah salah satu kakak alumni SMPku yang membantu kegiatan LDK ini. Aku rasa umurnya jauh lebih tua dari pada umurku, tetapi dia begitu lebih gagah dan tegas. Rapat selesai, aku dan salah satu temanku ke depan sekolah, dia bernama Yola. Kakak manis itu juga kedepan sekolah, lalu Yola memanggilnya dan berbicara dengannya, sedangkan aku hanya diam dan mendengar pembicaraannya.
“Kak Zafran.” panggil Yola.
Eh dek Yol, ada apa dek?” jawabnya
Dicari kak Afima lho. dengan tertawa
 “Enggak ngurus dek.” dia langsung meninggalkanku dengan Yola.
            “Oh, namanya Zafran ya?” aku berbicara dalam hati.
Aku mulai penasaran dengan kata Yola, siapa Afima itu? apakah dia penyebab kesedihan yang terlihat dari matannya? terlihat diseberang jalan ada seseorang memakai jaket berwarna merah dan memakai helm berwarna putih yang bercorak zebra yang sedang menyeberang jalan. Sepertinya aku mengenali jaket itu, seseorang itu lama-lama mendekat, kuperhatikan langkahnya dengan seksama ternyata dia adalah kak Dika. Sampai di depan sekolah dia berbicara dengan kak Zafran, dia begitu akrab dengan kak Zafran. Kak Dika memanggilku,
            “Lho Ta, kamu juga ikut jadi panitia ya?”
            “Iya kak, dari pada nganggur di rumah.” jawabku.
            Itu dirumah kerjaan banyak kok. Oh iya, dibolehin sama ibumu?”
            “Iyalah, ibuku itu pengertian. Anaknya suruh liburan di sekolah.
Dengan sepontanya dia menjawab  “Iya sudah kalau gitu.”
Semua panitia mulai menyiapkan perlengkapan untuk acara 3 hari kedepan dengan teliti.
            Aku melihat kak Zafran sibuk, aku coba menghampirinya lalu aku menyapa dia. Segurat senyum manisnya merekah dari bibirnnya dan tarikan ujung-ujung bibirnnya membuat lesung pipinnya semakin dalam. Dia membuka bicara dan aku mulai mengenalnya, ada apa sebenarnya denganku? mataku tidak bisa lepas dari dia, selalu ngeliatin tingkah lucunya. Tidak tahu kenapa, seneng saja ngliatin tingkahnya apalagi senyumnya yang manis itu. Tiba-tiba kak Zafran datang dan mengejeku gara-gara aku memakai sandal jepit, kebetulan juga yang memakai sandal jepit itu cuma aku.
            Yek, pakai sandal jepit sendiri. Dasar anak aneh.”
            “Kenapa sih ngejek aku seperti itu?” kataku.
Dia menjawab dengan tertawa “ Kamu itu lo pakai sandal jepit sendiri, lihat tuh semua tidak  ada yang memakai sandal jepitkan? ”
            “Terus ada masalahkah, jika aku memakai sandal jepit?”
            “Lucu aja!” jawabnya dengan tertawa.
            “Berarti yang aneh itu kamu, sandal jepit enggak salah diketawain.”
            “Kamulah.”
            “Kamu.”
            “Terserah deh.” katanya.
Lama-lama dia mendekatiku, tiba-tiba dia memukul lenganku. Jadi bingung kenapa lenganku dipukul ya? aku balas saja dengan memukul lenganya, tetapi dia tetap membalasku. Lenganku sudah mulai terasa panas, aku hentikan perang pukul lengan itu dan menjauh dari kak Zafran. Aku diajak Yola dan Nayla keruang panitia untuk mengambil tas. Didalam ruang panitia Nayla berkata
“Eh mif, sepertinya kak Zafran suka deh sama kamu!”
            “Cie, Mifta!” Yola memutuskan perkataan.
            “Apa sih? suka gimana coba?” tanyaku sedikit senyum malu dibibirku.
            Suka yang dihati itu ada manis-manisnya gitu. Tapi beneran deh, kelihatan
              lho saat kamu pukul-pukulan tadi.” Nayla menjawab dengan serius
            “Tahu apa  kau  tentang hati? bukannya  pemikiran kita masih labil ya? kamu
              itu juga  ada-ada aja Nay. Lha wong kita itu baru  kenal loh, sekitar 30 menit
  yang  lalu malah.” kataku sambil tertawa
            “Ya bisa sajakan, iya enggak Nay? sahut Yola.
            Teman-temanku  yang manis, anggap  kejadian  tadi sebagai salam kenalku
              padanya.”
            “Ah, terserah kamu aja deh, kamu gampang ngeyel dibilangin.” Nayla kesal.
Aku hanya bisa diam dan tersipu malu mendengar kata Nayla, kami bergegas kembali ke ruang OSIS. Karena semua peralatan sudah lengkap dan tugas sudah beres aku dan teman-teman panitia pulang.
            Keesokan harinya, dimulailah kegiatan LDK itu. Jam 04.25 aku bangun untuk sholat subuh, mandi, sarapan, dan menyiapkan apa yang harus kubawa untuk kegiatan itu selama 3 hari 2 malam. Berangkat pagi-pagi dengan suasana dingin, sepi, dan perasaan yang gembira. Setelah aku menunggu beberapa menit di depan sekolah, teman-teman dan kakak-kakak alumni datang. Kegiatan hampir dimulai, aku dan teman-teman panitia yang sedang membersihkan ruang panitia, dikagetkan dengan suara kencang menggunakan microphone. Kulihat dari depan pintu ruang panitia, terlihat kak Zafran dengan suara beratnya yang sedang memimpin barisan peserta LDK.
“Siap grak, lencang depan grak. Lurus dengan depan, lirik sampingnya jangan
  menoleh. Tegak grak!”
Acara dimulai, semua peserta dan panitia LDK menuju ke lapangan basket. Karena aku bertugas menjadi sie kesehatan, aku harus aktif 24 jam untuk bertindak dalam menangani peserta yang sakit. Sedangkan kakak-kakak alumni menyampaikan materi kepada peserta LDK. Semua acara yang telah direncanakan berjalan dengan lancar.
            Tidak terasa dewi malam mulai menampakan dirinya yang diselimuti awan hitam, juga tidak ada satupun bintang berkilau di langit sekolah. Saat semua beristirahat, aku berniat untuk ke ruang OSIS berkumpul dengan teman-teman panitia. Di perjalanan ke ruang OSIS terdengar suara gitar, karena aku lumayan menyukai musik aku tertarik dan melangkah lebih cepat. Aku melihat kak Mery, kak Dika, teman-teman panitia lainya duduk-duduk diruang OSIS, dan kak Zafran yang sedang memainkan gitar yang suaranya berantakan. Ternyata dia masih belajar dengan kak Dika, aku juga tidak tahu lagu apa yang dimainkanya.
“Ka, kunci C yang mana nih?” kak Zafran bertanya kepada kak Dika
“Yang  ini,  ini  kunci  G, Am, Dm, E.” sambil      mempraktekan      tangannya
   menggenjreng gitar.
“Susah juga ya?”
“Bapakmu guru musik, anaknya malah enggak bisa.”
“Maklumlah, enggak dibolehin main, Ka.”
Pukul 00.00 seluruh panitia dan peserta LDK berkumpul untuk evaluasi. Saat itu juga, aku dan semua teman-teman panitia dihukum oleh kakak alumni untuk merangkum salah satu materi LDK gara-gara membuat kesalahan. Capek, dingin, dan ngantuk yang kami rasakan, tapi kami harus melawan semua itu. Semangat dan rasa kekeluargaan terjalin menjadi satu dimalam itu, jam 02.00 kami baru bisa tidur.
            Seperti biasa, bangun pagi-pagi menjalankan aktivitas, tetapi aktivitas itu berbeda dengan hari-hari biasanya. Yang biasanya liburan malas-malasan dirumah atau sibuk dengan kehidupan masing-masing, kini berubah menjadi semangat menjalankan tugas sesuai pembagian tugas masing-masing. Aku bersama Yola memanggil kak Zafran, tetapi seperti biasa aku hanya diam mendengarkan mereka berbicara.
“Kak, gimana kak Afima? kemarin ditanya malah pergi.” tanya Yola.
“Sudah enggak ada hubungan lagi kami dek.”
“Lho kenapa kak? padahal kakak sama kak Afima cocok lho, ibarat es dengan
  gula.”   
“Sudahlah, enggak usah ungkit-ungkit dia.” matanya berkaca-kaca.
            Maafin Yola ya? Jangan sedih dong kak.
            “Iya dek. Terima kasih.
Sedikit menangkap apa yang dimaksud Yola dan kak Zafran. Aku tahu Afima itu siapa, dia adalah mantan kekasih kak Zafran. Sepertinya kak Zafran sangat sayang dengan kak Afima, dia tidak bisa menyembunyikan kesedihan dimatanya.
Dua hari aku merasakan angin malam di sekolah, malam terakhir itu disambut dengan hujan yang sangat lebat. Terbujur kaku, aku merasakan dinginya malam itu. Kegiatan tetap berjalan dengan lancar di dalam ruangan, yang memberi materi kepada peserta LDK tetap kakak-kakak alumni. Aku duduk dan cerita-cerita didepan UKS dengan sebagian teman-teman panitia. Kak Zafran berjalan kearah depan UKS.
            “Cerita apa sih?” kata kak Zafran.
            “Rahasia dong, mau tahu saja.” jawabku.
            “Kamu tuh seperti anak kecil ya?
            “Memang aku masih kecil kok, kan aku masih SMP.” sambil melet
            SMP itu sudah bukan anak-anak lagi yang sukanya main-main, ngambekan,
              ngrengek, ceroboh.
            Memang iya.
            “Kalau gitu sifatnya bisa lebih dewasa?”
            “Enggak bisa, susah.”
            Makanya  belajar  dong, suatu  saat pasti  ada  orang  yang  merubahmu!”
              berbicara dengan serius.
            “Memangnya siapa? Bapak ibukkukan?” penasaran.
            “Bukanlah, orang lain dek.”
            “Siapa sih?” aku mendesak kak Zafran untuk memberi tahu.
            “Enggak tahu dek, lihat saja esok.
            Ya ampun, iya deh.
Dengan keadaan hujan-hujan salah satu kakak alumni menyiapkan batu bata untuk game nanti tengah malam. Aku dan teman-teman panitia membantunya, serunya bekerja sambil main-main dengan air. Tetapi aku lupa jika aku tidak memakai sandal jepit. Beberapa menit aku cari, ternyata sandal jepitku dipakai oleh kak Zafran.
            “Hey, yang aku pakai ini sandal jepit siapa?” kak Zafran teriak-teriak.
            “Hey, itukan sandal jepitku.” sahutku.
            “Aku pinjam dulu ya, please. Kadang aku sesak, jika kakiku terkena dingin.”
            Nyebelin ya, kemarin saja ngejek aku, jika aku memakai sandal jepit sendiri.
             Sekarang kenapa kakak memakai sandal jepitku?” dengan ekspresi males.
“Maaf, aku kemarin khilaf dek. Aku pinjam ya?”
“Em, enggak boleh. Terus aku enggak pakai sandal gitu?”
Sekali ini saja, tak jamin enggak bakal terkena panu deh kakimu.
“Iya sudah, pakai sana!
“Makasih, adik.” tersenyum kepadaku.
Batu bata sudah beres, dan siap untuk dipakai.
Jam dinding menunjukan pukul 22.00, rasanya mata sudah tidak bisa untuk dibuka. Waktunya tidur, karena aku sie kesehatan akupun bergegas ke ruang UKS dengan kak Mery untuk tidur. Anak-anak tidur diruang panitia yang enggak ada kasurnya, sedangkan aku dan kak Mery enak-enakan tidur di UKS yang kasurnya lumayan empuk. Inilah yang bikin diprotes anak-anak. Tidak ada satu orangpun yang membangunkanku saat kegiatan tengah malam, kak Mery sengaja tidak membangunkanku karena aku harus menjaga peserta yang lagi sakit. Sepertinya aku masih bisa merasakan kegiatan jalan di tengah api, sepertinya seru, aku harus mencobanya! kobaran api memanggil-manggil, warnanya yang  jingga kemerah-meraan membuat aku semakin ingin mencobanya.
Sang suryapun tidak malu-malu untuk menampakan dirinya dari arah timur. Kegiatan hari itu adalah kegiatan terakhir untuk LDK. Kegiatan diakhiri dengan pernyataan lulus atau tidak untuk calon pengurus OSIS dan permainan tembak-tembakan air. Kegiatan pun selesai, karena aku tidak membawa sepeda atau sepeda montor. Jadi pulangnya nebeng kak Dika, karena rumahku berdekatan dengan rumahnya dan dia sudah aku anggap kakak sendiri jadi tidak ada sungkan-sungkannya dengan dia. Tetapi aku harus menunggu kak Dika untuk mengantar kak Zafran kerumahnya.
            “Kata ibumu kamu suruh bareng aku, tapi aku nganter Zafran dulu ya?” kata
              kak Dika.
            “Iya dek, soalnya aku bawa gitar. Tenang saja kami kembali ke sekolah kok,
              montorku saja masih disekolah.” sahut kak Zafran.
            Limaribu dulu dong kak. kataku sambil ketawa
            Uang gambar daun saja tuh banyak.” jawab kak Dika.
            Ya ampun, kalau itu mah aku juga tahu. Ya  sudah  pergi sana, enggak boleh
              sampai satu jam” kataku.
            “Ya enggaklah dek.” jawab kak Zafran
            “Bentar aku ke ruang OSIS dulu.” sahut kak Dika.
Kak Putra meninggalkanku dengan kak Zafran
            “Oh ya,makasih buat sandal jepitnya!” kak Zafran berbicara kepadaku sambil
              sibuk ngatur gitarnya.
            “Sama-sama kak, jangan ngledek aku lagi ya?
            Hehehe enggak kok, aku uda khilaf dek.
            Nah gitukan enak.”
Aduh, tiba-tiba suasananya berubah jadi aneh. Dia menatap mataku, tatapannya tajam seperti ada sesuatu yang tidak biasanya. Kenapa dia menatapku seperti ada rasa penasaran denganku? ada rasa yang tiba-tiba menyeruak. Menjejali hati tanpa berucap permisi, seolah ada buliran jelly nan kenyal yang tengah berlompatan didalam hati. Dia pulang diantar kak Dika, dan aku menunggu kak Dika untuk kembali ke sekolah. Setelah aku menunggu begitu lama, akhirnya kak Dika dan kak Zafran kembali ke sekolah.
            “Kak ayo pulang, udah kangen sama keluarga lho!” aku berbicara dengan kak
              Dika.
            “Iya sudah, bawa ni sepatu!” menyerahkan sepatunya kepadaku.
            “Yaelah, padahal didepan juga ada tempat.”
            “Bawel deh, biar lebih aman kalau kamu bawa.”
            “Iya deh iya.”
            “Hati-hati dijalan, Ka.” kata kak Zafran.
            “Oke broo.”
Semua teman-teman, dan kakak-kakak alumni pulang.
            Setelah acara itu berakhir, enggak ada kontak hubungan lagi aku dan kak Zafran. Ketemu disekolah saja aku cuek denganya, begitu sebaliknya dengan kak Zafran. Walau pernah satu kali dia menyapaku dengan senyum manisnya itu. Sekitar 1 bulan setelah kegiatan itu, tiba-tiba dia mengirim pesan di media sosial.
“Assalamuallaikum adik.” sapaanya.
“Waalaikumsallam kak.” jawabku.
Kita mulai bersilahturami dan bercanda mengingat sandal jepitku itu. Senang juga bisa berhubungan lagi dengan kak Zafran, setiap hari bisa kirim pesan denganya. Semakin dekat dan nyaman dengannya, semakin juga aku pendam perasaan yang sering kali terjebak oleh hati sendiri. Sehingga suatu ketika aku tidak tahu lagi mana simbul yang nyata dan mana simbul yang dusta. Akhirnya tiba waktunya, dia mengungkapkan perasaannya kepadaku. Dengan keseriusan dan tidak ada canda sedikit pun. Aku menerimanya, walau sempat ada rasa takut menyelimuti hatiku. Takut jika dia hanya memberi harapan yang enggak ada artinya, dan aku juga tahu bahwa dia masih memendam perasaan suka kepada kak Afima. Aku mengerti, melupakan seseorang yang pernah berarti dihidup kita itu tidak semudah itu. Karena semua itu butuh proses yang lama.  Sempat aku bertanya kepadanya, ternyata benar apa yang aku fikir. Dia masih sayang dengan kak Afima, dia memintaku untuk sabar menunggunya untuk melupakan kak Afima. Rasa cemburu tidak bisa untuk aku pendam, rasa hati seakan ingin berbicara, kenapa harus terjadi kepadaku? dua bulan kita menjalani hubungan, akhrinya dia bisa menerimaku dihatinya. Canda tawa, berbagi ilmu pengetahuan, berbagi pengalaman kami masing-masing dan berbagi tangis menyelimuti hubungan kami. Tidak terasa tiga tahun lebih aku berhubungan dengannya, terselip fikiran untuk intropeksi diri. Kekurangan dari dirinya membuat fikiranku lengah dengan suatu kepercayaan hatinya sebaliknya denganku dan hatiku. Aku berhenti untuk mengikutinya, berhenti untuk menjalin hubungan spesial lagi dengannya. Melihat hujan yang turun, begitu derasnya begitu lebatnya. Terlihat titik-titik airnya, sebanyak itulah rasa untuknya dahulu.
Sempat fikiran dan jiwaku tidak stabil ketika aku berhenti mengikutinya dan hatinya, semua hidupku menjadi serba memakai perasaan. Tetapi sekarang aku sadar, kehidupanku bukan untuk kembali ke masa lalu, tetapi hidupku untuk bangkit, berjuang dan merubah keadaan menjadi lebih baik. Ini lah setengah perjalanan hidupku dan perjalananku belum berhenti disini, aku akan terus mencari ilmu Allah yang tidak ada habisnya, dan mencari ridhoNYA selagi aku masih bisa menikmati nafas dariNYA. Aku bersyukur bisa mengenal kak Zafran, pernah menjadi seseorang pengisi hatinya. Saat kuterjaga hingga kuterlelap nanti, selama itu aku akan selalu mengingatnya bahwa dia pernah membuat seluruh debar jantungku selalu berirama, dia yang selalu dengan hangat menyapa, dan menyajikan rentetan diksi yang mengiris sukma. Terjawab sudah pertanyaanku saat kegiatan LDK di depan UKS dulu, orang yang bisa merubahku lebih dewasa adalah dia. Aku percaya perpisahan bisa jadi awal yang lebih baik, saat dimana kita lebih siap untuk memulai sesuatu yang baru.

Jumat, 07 Agustus 2015

Saat Cinta Harus Ikhlas http://www.dakwatuna.com/2015/08/05/72771/saat-cinta-harus-ikhlas/

Sabtu, 01 Agustus 2015

HASAN DAN HUSEIN

Cucu Kesayangan Rasulullah

Sesungguhnya kehidupan dan kematiannya merupakan gambaran yang indah dari insan yang mulia, penuh pengorbanan, iffah, suci, jiwa yang tenteram dan bersih. Patut baginya memperoleh kedudukan yang tinggi di dunia dan di akhirat, kerana dia adalah cucu Rasulullah putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah Az Zahra, serta saudara kandung Husein, penghulu para syuhada. Layak pula baginya memperolehi tempat yang mulia di antara orang-orang soleh, kerana beliau meninggalkan jabatan khalifah dengan cara bermandikan darah para syuhada. Beliau mengutamakan meninggikan bendera Islam sebagai ganti mengumandangkan teriakan perang. Hatinya memancarkan rahmat, kasih sayang, kalbunya diliputi dengan perasaan kasih, dan jiwanya penuh dengan sifat keutamaan.

Bekas ciuman Rasulullah bau semerbak dari bibirnya. Baginda Rasulullah mencintai Hasan dan saudaranya Husein, sehingga menjadikan kehidupan keduanya bagai kehidupan para malaikat. Keduanya hidup dalam naungan Ilahi. Pada masa kanak-kanaknya yang suci, mereka diberi ucapan-ucapan wahyu di lingkungan kenabian. Rasulullah SAW memberinya pelajaran dan cara hidup Islam serta pendidikan Ilahi. Dari lingkungan kedua orang tuanya, mereka mengambil suri teladan yang mulia. Dalam lingkungan yang jelas dan positif itulah Saidina Hasan dan Saidina Husein hidup berdampingan satu sama lain.

Hampir tiada berlalu suatu haripun tanpa Rasulullah mengungkapkan kepada para sahabatnya tentang cintanya kepada cucu-cucunya. Badan Hasan banyak kemiripannya dengan bentuk badan Rasulullah. Diriwayatkan bahwa suatu hari Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib sedang keluar dari masjid selesai shalat. Tiba-tiba mereka berdua melihat Hasan sedang bermain. Lalu Abu Bakar ikut mengajaknya bermain. Setelah itu beliau berkata kepada Ali, “Demi Allah, dia lebih mirip dengan Rasulullah dari pada denganmu.” Mendengar yang demikian itu Ali tertawa.

Tentang kecintaan Rasulullah kepada Hasan dan Husein. Abu Hurairah pernah berkata, “Rasulullah datang kepada kami bersama kedua cucunya, Hasan dan Husein. Yang pertama ada di bahunya yang satu, dan yang kedua ada di bahunya yang lain. Sesekali baginda Rasulullah menciumnya, sampai beliau berhenti di tempat kami. Kemudian baginda bersabda, ‘Barangsiapa mencintai keduanya (Hasan dan Husein) bererti ia mencintai aku. Barangsiapa membenci keduanya bererti ia membenci aku’.”

Berkaitan dengan Hasan, Rasulullah memberitahukan bahwa ia akan mendamaikan antara dua golongan kaum muslimin. Beberapa tahun setelah itu ramalan tersebut betul-betul terjadi. Peristiwa itu terjadi setelah wafatnya Rasulullah dan setelah Ali meninggal dunia. Saat itu penduduk Iraq datang untuk membaiat Hasan. Mereka percaya bahwa Hasan lah yang paling berhak menduduki jabatan khalifah.

Pada waktu yang bersamaan, penduduk Syam membaiat Muawiyah, sehingga pertempuran baru antara Iraq dan Syam tidak dapat dihindari lagi. Di sinilah nampak kecerdasan Hasan. Beliau berpikir, terbayang dalam benaknya apa yang pernah terjadi dalam perang Shiffin. Di situ ia melihat ramainya korban yang terbunuh dan darah yang mengalir, mengakibatkan anak menjadi yatim dan perempuan menjadi janda. Apa yang dihasilkan oleh perang hanyalah kebinasaan dan kerosakan. Beliau khuatir terulangnya kembali peristiwa peperangan dan pertumpahan darah antara sesama kaum muslimin.

Ketika ia sedang mencari jalan penyelesaian dari terjadinya pertumpahan darah tersebut, tiba-tiba datang surat dari Muawiyah kepadanya. Di dalamnya tersirat politik Bani Umaiyah untuk mengadakan perdamaian dengan syarat Hasan dijanjikan akan menjadi khalifah nanti setelah kematian Muawiyah.

Setelah Hasan selesai membaca surat tersebut, serta merta ia mengutus utusan untuk menemui saudaranya Husein di Madinah. Ia menganjurkannya menerima usul perdamaian tersebut. Demikian pula sikapnya saat para pemuka penduduk Iraq berkumpul di gedung pertemuan di Iraq. Beliau berkata kepada mereka, “Sesungguhnya kalian membaiatku adalah untuk berdamai dengan orang yang mengajak damai dan berperang dengan orang yang mengajak perang. Sesungguhnya aku telah membaiat Muawiyah, maka dengarlah kata-kataku.”

Peristiwa ini diterima oleh penduduk Iraq secara terpaksa. Begitu pula halnya dengan Husein, beliau menerimanya secara terpaksa pula. Pada dasarnya semuanya menghendaki agar jabatan khalifah dipegang oleh keluarga Rasulullah, bukan didahului oleh Bani Umaiyah. Akan tetapi cara berpikir Hasan menuju kepada mencegah pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin. Cukuplah bagi beliau apa yang pernah terjadi dalam perang Shiffin. Akan tetapi Muawiyah tidak ingin menepati janjinya. Ia telah menetapkan perintah membaiat anaknya, Yazid. Politiknya adalah jangka panjang, meskipun pada mulanya keinginannya belum tercapai, namun ia menjadikan strateginya itu secara bertahap.

Akibatnya setiap sahabat Rasulullah yang mendengar maksud Muawiyah tersebut bukan main marahnya. Sebab jabatan khalifah akan dipegang oleh penguasa yang bengis, sebagaimana yang pernah diberitakan oleh Rasulullah. Namun meskipun Hasan menjaga jangan sampai terjadi pertumpahan darah di kalangan kaum muslimin. Tetapi tetap saja perkara-perkara lain muncul di hadapannya. Pada akhirnya berkali-kali beliau menghadapi usaha orang lain yang hendak meracuninya, tapi masih boleh diubati. Orang-orang tersebut tidak puas jika belum berhasil dalam usahanya. Hingga suatu ketika Hasan merasakan adanya racun pahit yang ada dalam makanannya. Rasanya seperti ditikam pisau dalam perutnya. Dengan menahan rasa sakit yang keras itu, beliau bertanya kepada saudaranya Husein, “Siapa yang menyembunyikan racun tersebut?” Husein tidak menjawab, dan tidak lama kemudian beliau pun wafat.

Peristiwa itu terjadi pada tahun 50 H menurut pendapat yang paling kuat, dan seluruh penduduk Madinah ikut berkabung, menguburkan jasadnya yang suci di Baqi’. Dikabarkan di tempat itu tersebar bau harum sewangi kasturi, seolah-olah para malaikat menaburkan wewangian syurga di dalamnya.

Semoga Allah memberi rahmat kepada Hasan dan Husein. Sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda tentang mereka berdua, “Mereka berdua termasuk pemuka para pemuda ahli syurga.”

Pemuka Para Pemuda Ahli Surga

Sejak saat kelahirannya, seisi langit menyambut kehadirannya. Seisi bumi di sekitarnya memancarkan sinar kesucian, diliputi dengan rahmat dan semerbak bau wangi yang ditaburkan oleh para malaikat. Ketika Rasulullah mendengar bahwa puterinya Fatimah Az Zahra dikurniai putera, baginda bergegas menuju ke rumahnya. Rasulullah menjumpainya dengan raut wajah yang bersinar, bak purnama.

Begitulah kebiasaan baginda ketika mendengar berita gembira. Kemudian Rasulullah mendekat kepada bayi yang masih suci, mengumandangkan azan di telinganya seperti azan shalat. Itulah kalimat pertama yang didengar oleh Husein setelah kelahiran beliau di dunia pada tanggal 5 Syaban 4 H. Sebelum Rasulullah berangkat ke rumah puterinya, Fatimah, beliau sudah mempersiapkan nama untuk bayi tersebut dengan nama “Husein”, suatu nama yang belum dikenal oleh bangsa Arab pada waktu itu.

Husein hidup di rumah ayahnya di Madinah. Rasulullah pun mencintainya, dan mencintai saudaranya, Hasan, dengan cinta yang amat dalam. Kecintaan baginda itu digambarkan oleh Usamah Ibn Zaid dalam suatu peristiwa yang disaksikannya sendiri. Usamah berkata, “Aku mengetuk pintu rumah Rasulullah sambil membawa sesuatu yang tidak aku ketahui apa yang dibawanya. Setelah selesai dengan tujuan yang saya inginkan, aku bertanya kepada baginda, ‘Engkau sedang membawa apa ya Rasulullah?’ Baginda pun membukanya. Ternyata itu adalah Hasan dan Husein. Baginda bersabda, ‘Kedua anak ini adalah anakku, dan anak puteriku. Ya Allah, sungguh aku mencintai keduanya. Maka cintailah keduanya, dan cintailah orang yang mencintai keduanya’.”

Apabila Hasan dan Husein datang kepada kakeknya, Rasulullah, beliau memeluk mereka dengan kasih sayang dan menciumnya satu persatu, kemudian memangkunya di atas pahanya. Para sahabat di sekitar baginda segera mengucap, “Sesungguhnya keduanya adalah pemuka para pemuda ahli surga.” Sebahagian dari ucapan Rasulullah yang mencerminkan gelora kasih sayangnya pada Husein adalah, “Husein itu dariku dan aku dari Husein. Semoga Allah mencintai orang yang mencintai Husein. Husein adalah cucuku.”

Husein tumbuh dalam lingkungan yang paling bersih dan mulia dari sifat manusiawi. Datuknya adalah Rasulullah pemuka sekalian makhluk. Ayahnya adalah Ali bin Abu Thalib, memiliki peringkat teratas dari sifat dermawan, penuh pengorbanan, berjuang, dan patuh kepada  Allah dan Rasul-Nya. Ibunya adalah Fatimah Az Zahra, seutama-utama perempuan pada masanya. Maka memadailah jika dikatakan bahwa dia adalah puteri Rasulullah, isteri bagi pemimpin para pejuang, dan ibu dari pemuka para pemuda ahli surga.

Dalam persekitaran perjuangan yang berbau kenabian yang bersinarkan wahyu serta penuh dengan peristiwa jihad inilah Husein menghabiskan masa kanak-kanaknya yang pertama. Di sekitar rumah ayahnya, Ali bin Abu Thalib, dan rumah Rasulullah sampai beliau menginjak 6 tahun 7 bulan 7 hari, Rasulullah pun wafat. Peristiwa wafatnya Rasulullah itu disaksikan oleh Husein. Bagaimana penduduk kota Madinah diliputi dengan rasa duka, dan bagaimana duka yang dialami oleh kaum muslimin yang sangat mendalam itu boleh menghilangkan akal sebahagian dari mereka. Sehingga orang genius seperti Umar bin Khatthab diliputi dengan pikiran kosong. Umar berseru kepada orang-orang, “Barangsiapa berkata bahwa Muhammad telah mati, akan aku bunuh dengan pedangku ini!” Semua itu disaksikan oleh Husein.

Kemudian dia mendengar perihal ayahnya dan kaum muslimin yang bercakap-cakap tentang perang Riddah. Beliau hidup semasa peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam keadaan jiwanya yang bersih. Tatkala mencapai usia remaja, ia menjadi anggota barisan para pejuang. Ia ikut bersama ayahnya dalam perang Jamal, Perang Shiffin dan perang melawan kaum Khawarij.

Ayahnya, Ali bin Abu Thalib, adalah pemimpin perang yang berwawasan jauh. Allah memberinya ilham terhadap perkara-perkara yang ghaib dan tidak dapat dijangkau oleh semua orang. Ketika beliau keluar dari Madinah menuju ke Kufah dan sampai di Karbala, beliau mengarahkan pandangannya di tanah tersebut dengan pandangan yang amat dukacita. Beliau berkata, “Di sinilah tempat pemberhentian perjalanannya, dan di sinilah tertumpah darahnya.”

Orang-orang di sekitarnya tidak mengerti ungkapan sedih dan mengharukan tersebut. Baru setelah beberapa tahun kemudian, terjadilah di situ peristiwa berdarah dalam peta dunia Islam. Rebutan kekuasaan dan peralihan kepemimpinan khalifah menjadi raja yang bengis sebagaimana hal tersebut pernah dikhabarkan oleh Rasulullah SAW, iaitu ketika Muawiyah membaiat puteranya, Yazid, dengan paksa. Seandainya tidak kerana kebijaksanaan Husein, tentu darah kaum muslimin akan tumpah.

Pendiriannya boleh mencegah pecahnya perang antara golongan pembaiat dan penentangnya. Akan tetapi pertentangan tetap ada, meskipun secara sembunyi-sembunyi dalam tiap peribadi dan tidak nampak kecuali setelah kematian Muawiyah. Para pemuka Kufah mengirim surat kepada Husein meminta kepadanya agar hadir di Kufah untuk dibaiat. Husein menghadapi perkara ini dengan cermat. Beliau mengutus anak bapa saudaranya Muslim Ibn Aqil. Tapi ketika Ubaidillah Ibnu Ziyad menjadi penguasa Basrah, Muslim Ibn Aqil dibunuhnya. Peristiwa itu terjadi pada 9 Zulhijjah 60 H.

Peristiwa pembunuhan Muslim bin Aqil tersebut terjadi sebelum keluarnya Husein dari Makkah ke Kufah selang satu hari. Oleh kerana itu Husein tidak tahu tentang terbunuhnya Muslim bin Aqil sampai beliau tiba di Qadisiyah. Beliau mengutamakan kembali ke Makkah, namun kaum kerabat Muslim bin Aqil, tetap ingin melanjutkan perjalanan menuntut balas atas kematian saudaranya. Pengikut Husein ketika itu sekitar 70 orang, terdiri dari keluarga dan pendukungnya, baik dari kalangan lelaki, perempuan mahupun anak-anak.

Kejadiannya sangat cepat. Ketika dua utusan Husein terbunuh lagi, saat mengingatkan penduduk Kufah tentang syarat dan ajakan mereka untuk membaiatnya, dua utusan tersebut dibunuh oleh Ubaidillah bin Ziyad. Keadaan semakin serius, sampai pada puncaknya berakhir di Karbala, di mana kepala-kepala keluarga Rasulullah dipenggal, lalu kepala tersebut dibawa di atas hujung tombak menuju ke Ubaidillah bin Ziyad, kemudian diserahkan kepada Yazid bin Muawiyah di Damaskus. Husein terbunuh oleh orang yang bernama Syamr bin Dzi Jausyan, yang kemudian ia mendapat murka Allah, para malaikat dan kaum muslimin seluruhnya.

Kepala Husein yang mulia tersebut dipindahkan dari satu kota ke kota yang lain, kemudian ke kota Asqalan. Di situlah penguasa setempat menguburkannya. Lalu ketika bangsa Eropah berkuasa pada waktu perang Salib, Thalaih bin Raziq menebusnya dengan uang 30.000 dirham agar kepala tersebut boleh dipindahkan ke Kairo dan dapat dikubur di tempat di mana ia mati syahid semasa hidupnya.

Tentang kepala Husein di tempat syahidnya itu, para ahli sejarah berpendapat bahwa ketika Abdul Rahman hendak memperluas bangunan masjid Al Husein, tempat tersebut ramai dikunjungi oleh orang-orang, termasuk di antaranya dua ulama popular, iaitu Syekh Al Jauhary As Syafi’i dan Syekh Al Malwi Al Maliki. Keduanya menyaksikan apa yang terdapat di dalam kuburan Husein. Diketahui bahwa kepala Husein dibungkus dengan kain sutera berwarna biru yang diletakkan dalam pundi emas di atas tempat ebonit. Demikian pula banyak petunjuk-petunjuk lain tentang kepala Husein dalam makam tersebut.

Allah menghendaki agar peristiwa yang menimpa pada cucu Rasulullah itu berlaku adil. Tiga tahun kemudian Yazid bin Muawiyah mati dengan cara yang hina, yaitu jatuh dari kudanya ketika sedang mengejar monyet. Lehernya patah, kuku kaki kudanya patah dan meringkik tidak tentu hala. Adapun Syamr bin Dzi Jausyan, si pembunuh Husein, terbunuh oleh Mukhtar bin Abi Ubaid As Tsaqafi, pelopor gerakan Tawwabin. Ia melemparkan jasad Syamr bin Dzi Jausyan agar dimakan anjing. Begitu pula nasibnya Ubaidillah bin Ziyad, terbunuh lalu dibakar. Sedangkan sisa-sisa pengikut Yazid bin Muawiyah mati terbunuh di tangan kelompok Tawwabin lainnya.

Allah memuliakan Kairo dengan dimakamkannya kepala Husein dan dikuburkannya beberapa Ahl Al Bait di sana. Semoga Allah meridhai mereka dan memberinya tempat yang mulia dan darjat tertinggi di dunia dan akhirat.